Sabtu, 03 Desember 2016


Dalam tradisi masyarakat Tana Samawa pada zaman dahulu kita mengenal istilah bayar siru atau disingkat dengan Basiru. Basiru adalah sebuah tradisi masyarakat dalam bentuk hubungan sosial yang diwujudkan dalam kegiatan kerja sama dan tolong menolong antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Kerjasama yang dilakukan dapat berupa sumbangan tenaga/fisik, financial dan pikiran. Hal ini dapat kita lihat dalam berbagai kehidupan sosial kemasyarakatan seperti acara perayaan resepsi pernikahan, sunatan, sedekahan, ta’ziah, sedekah naik haji, atau dapat juga dalam kegiatan pembangunan rumah, pembersihan sarana prasana umum, dan berbagai aktifitas sosial lainnya yang dilakukan secara bersama-sama.

Basiru merupakan system sosial yang berlaku didalam masyarakat Sumbawa, secara otomatis menjadi sub system dari pranata sosial yang mengatur tata cara menjalin kerjasama antar masayarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Walaupun tidak diatur dalam dokument resmi berupa produk hukum, didalam Basiru berlaku sangsi sosial yang secara tidak langsung diterima dan didukung oleh keseluruhan masyarakat Samawa pada waktu itu.

Dalam system Basiru, setiap warga akan memberikan bantuan kepada warga lainnya ketika sedang melaksanakan hajatannya, dan jika warga lainnya melaksanakan hajatan maka warga yang telah pernah dibantu tersebut harus membantu warga lainnya, begitu seterusnya terselenggara dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut diberi nama oleh masyarakat Sumbawa bayar siru. Selanjutnya dalam hubungan timbal bali/tolong menolong antar warga tersebut akan berlaku sangsi social jika ada warga yang tidak pernah ikut terlibat dalam basiru, maka warga tersebut tidak akan pernah mendapatkan bantuan dari warga lainnya. Jika pun ada masyarakat yang datang membantu, tidak akan berlangsung dengan baik, karena adanya sangsi sosial tersebut.

Aktifitas basiru berlangsung bukan karena paksaan atau pun tekanan, melainkan atas dasar persaudaraan, kebersamaan, dan rasa saling peduli antar sesama. Ikatan kekeluargaan masyarakat Sumbawa pada waktu itu sangat erat sekali, sehingga kebersamaan dan kekompakan dalam kehidupan masyarakat mudah sekali kita temukan, terutama pada masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat.

Jadi, meskipun salah satu warga mendapatkan sangsi sosial karena tidak ikut terlibat dalam system basiru, maka tokoh adat akan memberikan arahan dan peringatan agar turut terlibat dalam kemasyarakatan yang berlangsung didalam masyarakat, dan selanjutnya akan terjadi penyadaran terhadap warga yang bersangkutan.

Tradisi basiru didalam kehidupan masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat hari ini masih dapat kita temukan, tetapi jumlahnya sudah sedikit. Secara sadar kita dapat mengetahui penyebab semakin tergerusnya hubungan social didalam masyarakat di era globalisasi sekarang ini. Globalisasi telah mendorong terbentuknya manusia-manusia modern dalam persaingan global yang begitu ketat dan menciptakan Kehidupan masayarakat yang individualistik. Akulturasi  budaya mulai dengan deras masuk dan menjadi bagian dari hidup masyarakat Indonesia. Kehidupan perekonomian masyarakat berangsur-angsur berubah dari ekonomi agraris ke sektor industri. Indusri berkembang maju dan pada zaman sekarang tatanan kehidupan lebih banyak didasarkan pada pertimbangan ekonomi, sehingga bersifat materialistis. Koentjaraningrat (1974) dalam Bowen (1986) menyatakan bahwa gotong royong saaat ini hanya dianggap sebagai suatu sikap tolong menolong yang hanya menjadi sejarah belaka.  Apabila dikondisikan saat ini, maka gotong royong merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan tenaga tambahan dalam kegiatan-kegiatan tertentu. Kegiatan yang dimaksudkan seperti 1), kematian,2) pesta, 3) masa panen, 4) bencana alam, dan sebagainya.

Program Daerah Pemberdayaan Gotong Royong (PD PGR) adalah salah satu perwujudan nilai-nilai Basairu yang diwariskan kepada generasi hari ini. Pencanangan PD PGR oleh Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat sebagai salah satu langkah strategis, menjadikan tradisi gotong royong sebagai suatu system yang melembaga dalam sebuah produk kebijakan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda). Maka yang perlu menjadi catatan kita bersama adalah, gotong royong atau basiru yang dulunya terlaksana karena berlandaskan nilai-nilai social (persaudaraan, kebersamaan, kepedulian) selanjutnya hari ini akan menjadi produk hukum. Artinya, dalam pelaksanaan gotong royong yang diakomodir oleh Perda, didalamnya akan terdapat aturan yang mau tidak mau harus ditaati bersama, dan jika dilanggar maka akan mendapatkan sangsi bagi siapa saja yang melanggarnya.

Dengan mengembalikan semangat basiru dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat kita akan merasakan beberapa manfaat seperti 1) Rasa persaudaraan dan kebersamaan antar warga semakin kuat. Kesenjangan kelas dapat diminimalisir dalam wadah tolong menolong, dan tidak ada lagi tidak saling tegur sapa antar tetangga. 2) Efisiansi dan efektifitas waktu dan biaya dalam pelaksanaan pekerjaan, karena pekerjaan dilakukan oleh banyak orang secara bersama dan dalam waktu yang cepat tanpa harus mengeluarkan tenaga kerja. 3) Terciptanya lingkungan yang aman, tenteram dan damai, karena diantara warga telah terjalin komunikasi yang aktif dalam semangat kekeluargaan, sehingga jika ada gangguan kamtibmas dapat teratasi dengan segera. 4) Terajalinnya keharmonisan antara Pemerintah dengan Masyarakatnya, karena dengan bergotong royong Pemerintah dapat mengetahui dan merasakan secara langsung apa yang menjadi harapan dan denyut nadi masyarakat yang dipimpinnya. 5) Dapat memberikan dampak penghematan biaya pembangunan, dan Anggaran daerah lainya dapat diarahkan untuk program bermanfaat lainnya.

Di Kabupaten Sumbawa Barat, upaya untuk melakukan revitalisasi konsep basiru dalam kehidupan bermasayarakat masih memiliki ruang kesefahaman yang dapat dibangun secara bersama dengan menggunakan pendekatan persuasive. Kita bersyukur bahwa masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat masih memiliki rasa kekeluargaan, dan persaudaraan. Meskipun  begitu, karena masyarakat memiliki karakter, cara pandang dan semangat yang berbeda, dalam mewujudkan PD PGR tetap membutuhkan kerja keras seluruh komponen guna memperkuat konsep nilai dalam penerapannya.

Maka dari itu, untuk mewujudkan dan mempertahankan semangat Basiru, kita dapat melakukan upaya revitalisasi dengan melakukan beberapa upaya dianataranya 1) Melakukan gerakan penyadaran. Gerakan penyadaran dalam hal ini membangun pemahaman, dan pengertian, seluruh komponen penyelenggara PD PGR (Pemerintah, Agent, masyarakat penerima bantuan) bahwa sesungguhnya gotong royong sebagai salah satu wujud impelemntasi kewajiban hamba Allah sebagai makhluk sosial di muka bumi dalam berhablumminallah dan hablumminannas. 2) Memperkuat komunitas gotong royong yang berbasis Kekeluargaan dan kebersamaan. Dalam menjalin hubungan kekeluargaan tidak hanya sebatas menuntaskan item program PD PGR saja, setelah selesai menuntaskan satu program kegiatan, hubungan kerjasama tuntas begitu saja. Tetapi perlu diikat dalam silaturrahmi yang berlangsung secara terus menerus antar masyarakat penerima program. 3) Memperkuat komitmen penyelenggara program melalui pembinaan, pengarahan dan pemberian reward and funishman terhadap penyelenggara program yang berdaya guna dan berhasil guna. 4) Menghindari praktek materialistic dan konsumtif dalam penyelenggaraan item program gotong royong, dan menghilangkan kesan ada yang untung dan ada yang rugi dalam pembiayaan program kerja. 5) Keteladanan yang baik. Karena hanya dengan keteladanan para pemangku kepentinganlah yang mampu membangun simpati masyarakat dalam mensukseskan program Pemerintah.

Sumber: sumbawabaratnews